top of page

Pertempuran Lima Hari di Semarang

  • Writer: Museum Kota Lama
    Museum Kota Lama
  • Jul 26, 2023
  • 2 min read

Updated: Oct 22, 2023

1945



ree

Tugu Muda yang dibangun pada tahun 1953 merupakan monumen untuk memperingati peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang

Sumber: Semarang beeld van een Stad, page. 89



Pertempuran Lima Hari berlangsung dari tanggal 15 Oktober hingga 19 Oktober 1945, Pasukan Jepang kalah dan sisa pasukannya kemudian dipulangkan ke daerah asalnya.


Informasi terkait:

14 Oktober 1945 – Morimoto, sebagai pemimpin sipil Jepang mengunjungi markas Kido Butai pada pukul 16.00 dan diberitahu terkait dengan rencana penyerangan kepada orang Indonesia oleh Kido Butai. Kemudian ia memberikan perintah pada pasukannya untuk segera bertindak. Pukul 18.00, Pasukan Kido Butai melucuti senjata pasukan Polisi Indonesia di beberapa reservoir di Semarang (reservoir di Oud Tjandi, Djatingaleh, dan Djalan Woengkal/Siranda) serta melakukan patroli pada wilayah tersebut. Atas kejadian itu, muncul rumor bahwa Jepang telah memberikan racun di reservoir-reservoir tersebut. Dokter Kariadi kemudian dalam perjalanan menuju ke reservoir yang dimaksud dan akan melakukan pengecekan air pada reservoir tersebut. Secara tiba-tiba ditembak dan terbunuh di Djalan Pandanaran atau Hoogenraadslaan (sekarang Jl. Pandanaran) oleh pasukan Jepang yang berjaga. Tidak jauh dari lokasi tersebut, sekitar 30 Km di Pabrik Besi Tjepiring, Kendal sekitar 339 orang sipil Jepang dipindahkan ke Penjara Boeloe. Dalam proses perpindahan tersebut, terjadi bentrokan antara sipil Jepang dengan Polisi Istimewa Indonesia (Indonesia Special Police). Orang sipil Jepang melakukan perlawanan dengan menggunakan tongkat kayu, batang besi, dan beberapa senjata api yang diselundupkan oleh Kido Butai. Beberapa dari mereka kemudian berhasil melarikan diri namun hanya beberapa orang saja yang sampai ke Markas Kido Butai di Djatingaleh atau Kempeitai (Polisi Militer Jepang) di Nieuw Tjandi. Sisa dari orang sipil Jepang yang terlibat dalam bentrokan tersebut kemudian ditangkap oleh Pemuda Nasionalis Indonesia dan dimasukkan ke Penjara Boeloe.


15 Oktober 1945 – Sekitar pukul 02.00 atau 03.00 dini hari, Kolonel Kido memerintahkan penyerangan di wilayah Nieuw Tjandi dan aksi militer terjadi antara para Pemuda Nasionalis Indonesia dengan Kido Butai. Beliau juga mempersenjatai sekitar 600 orang Jepang sipil menggunakan bambu runcing untuk membantu operasi penyerangan tersebut. Setelahnya, Pasukan Indonesia berhasil membakar depo amunisi milik Kido Butai pada pukul 03.00. Sebuah laporan dari Captain C. Wishart, seorang petugas RAPWI (Recovery Allied Prisoners of Wars and Internees) Jawa Tengah, menjelaskan terdengar suara tembakan senapan dan pasukan Jepang mulai melakukan penyerangan ke wilayah Djalan Gadjah Moengkoer (nama sebelumnya: Dr. De Vogelweg, sekarang Jl. Gajahmungkur) pada pukul 04.30 pagi hari.

Sebuah laporan dari seorang perwira Angkatan Laut Belanda, J.E. Helfrich, yang juga merupakan anggota tim RAPWI di Semarang yang ditahan di Penjara Boeloe pada tanggal 14-16 Oktober 1945, menjelaskan terjadi insiden penembakan di Penjara Boeloe. Beliau menjelaskan bagaimana teriakan dan suara tembakan terdengar pada tanggal 15 Oktober 1945, malam hari di Penjara Boeloe. Sebuah insiden pembantaian tahanan Jepang oleh orang Indonesia di Penjara Boeloe terjadi.


16 Oktober 1945 – Sebelumnya, Kido Butai tidak mengetahui informasi terkait dengan penangkapan orang Jepang oleh orang Indonesia di Penjara Boeloe dan insiden pembantaian yang terjadi. Informasi tersebut kemudian diketahui oleh Kido Butai pada malam hari tanggal 16 Oktober 1945, setelah beberapa tahanan Jepang yang kabur dari Penjara Boeloe kemudian memberikan informasi atas insiden yang terjadi. Setelah informasi tersebut diterima, pasukan Jepang kemudian menyerang secara membabi buta. Semua orang Indonesia yang membawa senjata atau diduga membawa senjata kemudian ditahan dan dibunuh.



 
 

Recent Posts

See All

© 2035 by Joop. Powered and secured by Wix

bottom of page