Pembentukan pemerintah Provinsi Jawa Tengah
- Museum Kota Lama
- Jul 29, 2023
- 2 min read
Updated: Dec 30, 2023
1930

"De Groot Huis" atau Kantor Gubernur; Gedung Agung di Jalan Bodjong (Jalan Pemuda)
Sumber: KITLV, 1930
Dibentuknya pemerintahan Provinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 11 wilayah pemerintahan (Tegal, Pekalongan, Semarang, Kudus, Rembang, Blora, Kedu, Bagelen, dan Wonosobo) dengan Semarang sebagai ibukota provinsi.
Pembentukkan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah merupakan implementasi dari Ordonansi Provinsi dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924, no. 78; serta Ordonansi Kabupaten dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924, no. 79 yang kesemuanya dituangkan dan disempurnakan dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1929, no. 227 tentang Instelling van de Midden Java Provincie. Bersamaan dengan aturan tersebut juga dinyatakan bahwa Kota Semarang sebagai ibukota Jawa Tengah mulai 1 Januari 1930.
Seperti yang tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1929 no.227 Pasal 4 disebutkan terdapat De provincial raad van Midden-Java atau Dewan Provinsi Jawa Tengah. Dewan tersebut terdiri dari 51 orang anggota, yang terdiri dari 23 orang berkebangsaan Belanda, 23 orang berkebangsaan pribumi-bukan Belanda, dan 5 orang berkebangsaan asing-bukan Belanda.
Informasi lebih lanjut:
Pembentukan Pemerintahan Provinsi Jawa Tengah diawali dengan dikeluarkannya undang-undang desentralisasi tahun 1903 (Decentralisasiewet). Pasca Perang Dunia I, Hindia Belanda dan Belanda yang terus didorong oleh pergolakan politik membuat putusan desentralisasi 1903 dirasa kurang memuaskan. Pemerintah Belanda kemudian mengeluarkan undang-undang tentang reorganisasi pemerintah tahun 1922 dengan nama Bestuurschervermingswet 1922 (tertuang dalam Staatsblad 1922 no. 216, pasal 119, 120, 121, 122 Indische Staatsregeling 1925).
Atas keluarnya undang-undang tahun 1922 tersebut, maka pembentukan daerah otonom bisa menjadi lebih besar dari gewest (Decentralisatiewet tahun 1903) dengan nama provincie atau provinsi. Sementara itu, daerah setingkat di bawahnya juga dibentuk sebagai daerah-daerah otonom berdasarkan Bestuurschervermingswet 1922. Penerapan kebijakan tersebut kemudian melahirkan undang-undang daerah lain, seperti:
Provincieordonantie, yang memuat ketentuan-ketentuan lanjut tentang daerah otonom Provinsi (tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924 no. 78 dengan perubahan terakhir yang tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1940 no. 226 dan no. 251)
Regentschapsordonantie, yang memuat ketentuan-ketentuan tentang daerah otonom regentschap (kabupaten) (tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1924 no. 79 dengan perubahan terakhir yang tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1940 no. 42)
Staadsgemeenteordonantie, terkait dengan gemeente atau kotapraja yang melingkupi wilayah Jawa dan Madura (tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1926 no. 365 dengan perubahan terakhir yang tertuang dalam Staatsblad van Nederlandsch-Indie 1940 no.195)